Selamat datang di blog saya
Flaming Arrow Glitter Purple

Jumat, 16 Juni 2017

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENINGKAYAN SDM, IPTEK, DAN PENCIPTAAN DUA KEBAHAGIAAN

MAKALAH
AYAT TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN YANG MELIPUTI PENINGKATAN  SDM, PENINGKATAN IPTEK, DAN PENCIPTAAN DUA KEBAHAGIAAN
Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu:
Imam Mashuri, M.Pd

Oleh:
Kelompok 5
Abdul Hakim Adilli
Ahmad Sofi Arafat
Amiliya Fitriani
Anissaul Zulfa

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEMESTER IV A
INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY
GENTENG – BANYUWANGI
MARET 2017
--------------------------------------------------------------------------------

KATA PENGANTAR



بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِــــــيْـمِ
            Alhamdulillah, puji dan syukur kita ucapkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, shalawat serta salam kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing kita sebagai umat-Nya dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang-benderang. Dengan ini penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah tanpa kendala apapun untuk  memenuhi  tugas dari mata kuliah Tafsir Tarbawi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak dosen Imam Mashuri, M.Pd.I, sebagai dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi yang telah menjadi pembimbing dalam penyelesaian makalah. Tidak lupa pula kepada semua pihak yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam rangka menyelesaikan makalah ini, sehingga dengan adanya bimbingan dan pengarahan tersebut makalah dapat penulis selesaikan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan.
            Dalam pembuatan makalah ini penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dalam pembuatan dan penyusunannya, tetapi penulis menyadari, makalah ini jauh dari kesempurnaan sebab kesempurnaan hanya milik Allah SWT, namun selaku manusia penulis menginginkan yang terbaik. Karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan sekali demi kebaikan dalam pembuatan makalah dan penulisannya untuk masa yang akan datang. Semoga kita dapat mempelajari hal-hal penting yang ada dalam isi makalah ini sehingga bermanfaat bagi kita semua untuk dapat menerapkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Genteng, 20 Maret 2017
Penulis
 --------------------------------------------------------------------------------

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................  i
DAFTAR ISI .............................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang ...............................................................................  1
2.    Rumusan Masalah ..........................................................................  2
3.    Tujuan Penulisan .............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.  Ayat, terjemah, dan tafsir QS. Yunus 76......................................... 3
B.  Ayat, terjemah, dan tafsir QS. Thaha 114....................................... 5
C.  Ayat, terjemah, dan tafsir QS. Al Baqarah 201 dan 202................ 10
BAB III PENUTUP                               
A.  Kesimpulan ....................................................................................  15
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................  16

 --------------------------------------------------------------------------------



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam perkembangannya manusia memiki sebuah potensi dalam kehidupan ini untuk memperoleh pengetahuan yang telah diperolehnya untuk dikembangkan. Manusia adalah makhluk yang dikaruniai keutamaan oleh Allah SWT dibandingkan makhluk ciptaannya yang lain. Keutamaan manusia terletak pada kemampuan akal pikirannya atau kecerdasannya. Dengan kemampuannya ini manusia mampu mengembangkan diri dalam kehidupan yang semakin berkembang untuk mencapai semua itu kita memerlukan pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh dan meningkatkan pengetahuan yang didapat untuk penentuan tujuan pendidikan. Agar semua tercapai maka tujuan pendidikan akan menentukan keberhasilan proses pembentukan pribadi manusia yang berkualitas terutama dalam peningkatan SDM, peningkatan IPTEK, dan penciptaan dua kebahagiaan. Pendidikan merupakan upaya memperlakukan manusia untuk mencapai suatu tujuan. Dengan demikian itu akan manusiawi apabila mempertimbangkan kapasitas dan potensi-potensi yang ada pada manusia. Suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan mempunyai arti. Ibarat seseorang yang bepergian tak tentu arah maka hasilnya pun tak lebih dari pengalaman selama perjalanan.
Agama Islam sangat mementingkan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi tersebut masih belum memproduksi individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Untuk mencapai itu semua kita sebagai manusia juga harus ada upaya untuk berusaha dan berdoa agar semua bisa tercapai dalam menentukan tujuan pendidikan agar bermanfaat baik di dunia dan akhirat.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana tafsir QS. Yunus ayat 76?
2.    Bagaimana tafsir QS. Thaha ayat 114?
3.    Bagaimana tafsir QS. Al Baqarah ayat 201 dan 202?

C.  Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui tafsir QS. Yunus ayat 76.
2.    Untuk mengetahui tafsir QS. Thaha ayat 114.
3.    Untuk mengetahui tafsir QS. Al Baqarah ayat 201 dan 202.

-------------------------------------------------------------------------------- 


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Ayat dan Terjemah Surat Yunus 76
فَلَمَّا جَآءَهُمُ ٱلۡحَقُّ مِنۡ عِندِنَا قَالُوٓاْ إِنَّ هَٰذَا لَسِحۡرٞ مُّبِينٞ ٧٦
Artinya: “Dan tatkala telah datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata “Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata”.[1]

1.    Mufrodat QS. Yunus Ayat 76
Arti
Mufrodat
Arti
Mufrodat

Berkata
قَالُوٓاْ
Dan tatkala
فَلَمَّا
Mereka
إِنَّ
telah datang kepada mereka
جَآءَهُمُ
Sesungguhnya ini
هَٰذَا
kebenaran
ٱلۡحَقُّ
adalah sihir
لَسِحۡرٞ
dari
مِنۡ
yang nyata
مُّبِينٞ
sisi Kami
ِندِنَا

2.    Tafsir Al Qur’an Surat Yunus Ayat 76
a.    Tafsir Jalalain. “Dan tatkala telah datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata, “Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata”, jelas dan gamblang.
b.    Tafsir al Misbah. “Tatkala mereka melihat kebenaran kami melalui mukjizat yang kami berikan Sungguh, tak diragukan lagi, hal ini merupakan sihir yang jelas”.


3.    Aplikasi Dalam Kehidupan
Untuk memperoleh proses peningkatan SDM kita memerlukan pemahaman, kemampuan, keterampilan dan bersungguh-sungguh untuk mencapainya dengan begitu kita mampu untuk menggapai tentang apa yang kita inginkan terutama dalam peningkatan SDM. Jadi dengan adanya proses dalam peningkatan itu sebaiknya dilakukan sebuah kinerja yang baik dalam kehidupan sehari-hari mulai dari perbuatan yang terkecil hingga sampai pada perbuatan yang besar dalam sebuah usaha untuk meningkatkan SDM yang lebih baik dikemudian hari untuk masa yang sekarang maupun yang akan mendatang agar bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain yang ada disekitar kita. Dengan begitu peningkatan SDM akan terlaksana dengan baik apabila dimulai dari diri sendiri dalam sebuah usaha agar terwujudnya sebuah perubahan yang bermanfaat.
4.    Aspek Tarbawi
Manusia memang telah dikarunia kemampuan dasar yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, agar dengannya manusia mampu mengarungi hidup dengan sejahtera dan sesuai dengan rambu-rambu yang telah digariskan Allah SWT. Akan tetapi kemampuan dasar manusia tersebut tidak akan banyak artinya apabila tidak dikembangkan dan diarahkan melalui proses kependidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebuah pendidikan merupakan kunci untuk hal yang terpenting dari segala keberhasilan dan kesejahteraan hidup manusia agar mempermudah dalam segala urusan yang dilakukan dikemudian hari.
Ayat diatas jika dikaitkan dengan pendidikan bahwa segala bentuk kebenaran ٱلۡحَقُّ adalah merupakan sebuah ilmu, dan ilmu bertujuan untuk menegakkan kebenaran dan kebenaran itu sendiri pada dasarnya datangnya dari Allah. Akan tetapi pada ayat diatas orang-orang kafir mengatakan bahwa kebenaran yang telah dibawa oleh Nabi dan Rasul adalah suatu sihir yang nyata, biarpun sebenarnya dalam hati mereka mengatakan bahwa itu adalah kebenaran dari Allah SWT.

B.  Ayat dan Terjemah Surat Thaha 114
فَتَعَٰلَى ٱللَّهُ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡحَقُّۗ وَلَا تَعۡجَلۡ بِٱلۡقُرۡءَانِ مِن قَبۡلِ أَن يُقۡضَىٰٓ إِلَيۡكَ وَحۡيُهُۥۖ وَقُل رَّبِّ زِدۡنِي عِلۡمٗا ١١٤
Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur´an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”.[2]

1.    Mufrodad QS. Thaha Ayat 114
Arti
Mufrodat
Arti
Mufrodat

Kepadamu
إِلَيۡكَ
Maka Maha Tinggi Allah
فَتَعَٰلَى ٱللَّهُ
mewahyukannya
وَحۡيُهُ
Raja
ٱلۡمَلِكُ
dan katakanlah
وَقُل
sebenar-benarnya
ٱلۡحَقُّ
Ya Tuhanku
رَّبِّ
Dan janganlah kamu
وَلَا تَعۡجَلۡ
tambahkanlah kepadaku
زِدۡنِي
tergesa-gesa membaca Al Qur´an
بِٱلۡقُرۡءَانِ
ilmu pengetahuan
عِلۡمٗا
sebelum disempurnakan
مِن قَبۡلِ أَن يُقۡضَىٰٓ

2.    Asbabun Nuzul
Dalam hadis disebutkan bahwa “Rasulullah SAW menggerak-gerakkan bibirnya ketika wahyu diturunkan. Menghafal ayat-ayat Al-Qur’an mula-mulanya terlalu berat bagi  beliau. Itulah sebabnya ketika Jibril menyampaikan wahyu itu Rasulullah SAW segera saja mengikuti dengan gerakan lidah dan bibirnya karena takut luput dari ingatan; padahal Jibril belum selesai membaca. Hal  ini  terjadi sebelum turunnya Surah Taha, dan semenjak adanya teguran Allah dalam Ayat  ini  tentu beliau sudah tenang dalam menerima wahyu tidak perlu cepat-cepat menangkapnya”.[3]
Kemudian Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad  SAW  agar berdoa supaya dia memberikan kepadanya tambahan ilmu. Diriwayatkan oleh At-Tirmizi dari Abu Hurairah bahwa Rasullullah SAW berdoa sebagai berikut: Ya Allah,  jadikanlah ilmu yang engkau ajarkan kepadaku bermanfaat bagiku, ajarkanlah kepadaku ilmu yang berguna untukku dan berikanlah kepadaku tambahan ilmu. Segala puji bagi Allah atas segala hal, aku berlindung kepada engkau akan menemui hal-hal yang diderita oleh penghuni meraka.[4]
Dalam pandangan Al-Qur’an, ilmu tersebut dapat membentuk sikap atau sifat-sifat manusia. Atau dengan kata lain, sikap atau karakter seseorang merupakan gambaran pengetahuan yang dimilikinya. Penguasaan ilmu bukanlah tujuan utama suatu pembelajaran, penguasaan ilmu hanya sebagai jembatan atau alat yang dapat mengantarkan manusia kepada kesadaran, keyakinan, dan perasaan atau sikap positif terhadap fenomena alam dan kehidupan sebagai suatu system ilahiyah.[5]
3. Tafsir Al Qur’an Surat Thaha Ayat 114
a.     Tafsir al Maraghi
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW sangat ingin mengambil Al Qur’an dari Jibril maka dia tergesa-gesa membacanya karena takut lupa sebelum Jibril menyempurnakannya. Maka, beliau dilarang berbuat demikian, dan dikatakan padanya, “Janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya, agar kamu mengambilnya dengan mantap dan tenang dan berdoalah kepada Tuhanmu agar Dia menambahkan pemahaman dan pengetahuan”.
وَلَا تَعۡجَلۡ بِٱلۡقُرۡءَانِ مِن قَبۡلِ أَن يُقۡضَىٰٓ إِلَيۡكَ وَحۡيُهُ
“Janganlah kamu tergesa-gesa sebelum Jibril selesai menyampaikannya kepadamu” Diriwayatkan, apabila Jibril menyampaikan Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW mengikutinya dengan mengucapkan setiap huruf dan kalimat, karena beliau khawatir tidak dapat menghafalkannya. Maka beliau dilarang berbuat demikian, karena barangkali mengucapkan kalimat akan membuatnya lemah untuk mendengarkan kalimat berikutnya.
وَقُل رَّبِّ زِدۡنِي عِلۡمٗا
mohonlah tambahan ilmu kepada Allah tanpa kamu tergesa-gesa membaca wahyu, karena apa yang diwahyukan kepadamu itu akan kekal.[6]
b. Tafsir al Azhar
فَتَعَٰلَى ٱللَّهُ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡحَقُّ
“Maka Maha Tinggilah Allah, Raja Yang Benar”. (pangkal ayat 114).
Setelah merenungkan nikmat dan Rahmat Ilahi yang tiada tepermanai banyaknya, insaflah kita akan kelemahan kita sebagai insan dan sebagai makhluk, maka sampailah kita kepada pengakuan memang Maha Tinggilah Allah itu. Dan Dia adalah “Raja Yang Benar”. Raja yang sebenar-benar Raja. Raja yang selalu berdaulat siang dan malam, petang dan pagi. Raja disegala waktu dan Raja disegala ruang. Adil hukum-Nya, teguh disiplin-Nya, kuat Kuasa-Nya. Agung wibawa-Nya. Dan berdiri Dia sendirin-Nya.
Raja Yang Benar itulah Allah, dan dari Dia turunlah Al-Qur’an. Oleh karena hati Nabi Muhammad SAW. Bertambah sehari, bertambah juga merasa tidak dapat terpisahkan lagi dari Al Qur’an itu, sampailah selalu dia ingin segera datang wahyu. Sedih hatinya jika Jibril terlambat datang dan gembira dia jika ayat turun, dan bila Jibril telah membacakan satu ayat, segera disambutnya dan diulangnya, walaupun kadang-kadang belum selesai turun. Maka datanglah teguran Allah: “Dan janganlah engkau tergesa-gesa dengan Al-Qur’an itu sebelum selesai kepada engkau wahyunya.” Dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah bagiku ilmu”. (ujung ayat 114).
Doa Nabi ini penting sekali artinya yaitu bahwasannya disamping wahyu yang dibawa oleh Jibril itu, Nabi Muhammad SAW disuruh selalu berdoa kepada Tuhan agar untuknya selalu diberi tambahan ilmu. Yaitu ilmu-ilmu yang timbul dari karena pengalaman, dari karena pergaulan dengan manusia, dari karena memegang pemerintahan, dari karena memimpin peperangan. Sehingga disamping wahyu datang juga petunjuk yang lain, seumpama mimpi atau ilham.[7]
c. Tafsir Ibnu Katsir
Allah berfirman, “Janganlah  engkau tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, hai Muhammad”. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW. Jika menerima wahyu mengalami kesukaran, menggerakkan lidahnya untuk mengikuti Jibril membacakan ayat-ayat yang dibawanya, maka oleh Allah diberi petunjuk agar jangan tergesa-gesa membacanya sebelum Jibril selesai membacakannya, agar Nabi Muhammad SAW. Menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan. Allah SWT berfirman selanjutnya mengajari Muhammad, “Ucapkanlah, hai Muhammad, ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”.[8]
d. Tafsir Jalalain
فَتَعَٰلَى ٱللَّهُ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡحَقُّ
(“Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sesungguhnya”) daripada apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrik وَلَا تَعۡجَلۡ بِٱلۡقُرۡءَانِ (dan janganlah kamu tergesa-gesa terhadap Al-Quran) sewaktu kamu membacanya مِن قَبۡلِ أَن يُقۡضَىٰٓ إِلَيۡكَ وَحۡيُه   (sebelum disempurnakan meewahyukannya kepadamu) sebelum Malaikat Jibril selesai menyampaikannya وَقُل رَّبِّ زِدۡنِي عِلۡمٗ (dan katakanlah: (“Ya Tuhanku, tambahklanlah kepadaku ilmu pengetahuan”) tentang Al-Quran, sehingga setiap kali diturunkan kepada-Nya Al-Quran, makin bertambahkah ilmu pengetahuannya.[9]
e. Tafsir al Misbah
Penempatan firman-Nya: (فَتَعَٰلَى ٱللَّهُ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡحَقُّ) maka Maha Tinggi Allah, Maha Raja Yang Haq antara uraian tentang “Al-Quran yang diturunkan dengan Bahasa Arab”, ayat sebelumnnya (QS. Thaha ayat 113), dengan “larangan tergesa-gesa membacanya” (penggalan terakhir ayat 114), mengisyaratkan bahwa kandungannya adalah sesuatu yang sangat luhur dan tinggi serta haq lagi sempurna, serta harus diagungkan dengan mengikuti tuntunannya karena Al-Quran bersumber dari Yang Maha Tinggi, dan dari Maha Rajayang tunduk kepada-Nya semua makhluk.
Firman-Nya: (مِن قَبۡلِ أَن يُقۡضَىٰٓ إِلَيۡكَ وَحۡيُه) sebelum disempurnakan untukmu pewahyuanmu, dapat dipahami dalam arti sebelum malaikat selesai membacakannya kepadamu. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah tergesa- gesa membaca ayat-ayat Al-Quran sebelum Jibril menyelesaikan bacaannya. Dapat juga ayat 114 ini merupakan tuntunan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk tidak membacakan, yakni menjelaskan makna pesan-pesan Al Qur’an kepada sahabat-sahabat beliau setelah jelas buat beliau maknanya, baik setelah merenungkannya sungguh-sungguh maupun sebelum datangnya malaikat Jibril. Mengajarkan beliau tentang maknanya. Pendapat ini sangat sejalan dengan lanjutan ayat tersebut Yang memerintahkan beliau berdoa agar ditambah ilmunya.[10]
4. Aplikasi dalam Kehidupan
Proses belajar memerlukan usaha yang keras untuk memahami suatu ilmu melalui pendengaran, penglihatan, pengamatan, penulisan, perenungan, dan bacaan. Semua proses tersebut harus diulang-ulang agar ilmu juga cinta terhadap kita. Doa meminta ditambahkan ilmu perlu senantiasa diucapkan, dimohonkan kepada Allah agar ilmu itu ditambah-Nya, sebab dialah sumber segala ilmu. Dalam mencari ilmu dianjurkan untuk sabar dan tidak tergesa-gesa agar kita bisa belajar secara maksimal.

5. Aspek Tarbawi
a.    Dalam proses menyerap atau menerima ilmu sebaiknya yang kita utamakan adalah pemahaman terhadap ilmu yang diterima, jangan tergesa-gesa pindah dari satu bab ke bab lain sebelum kita memahaminya.
b.    Ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia merupakan ilmu dan pengetahuan yang telah diajarkan-Nya.
c.    Allah memerintahkan kepada kita agar memohon kepada Allah SWT tambahan ilmu pengetahuan.
d.   Dengan mempelajari al-Quran dan alam niscaya manusia akan mendapatkan ilmu, ketenangan serta kebahagiaan dunia dan akhirat.

C. Ayat dan Terjemah Surat Al Baqarah 201 dan 202
وَمِنۡهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٗ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ حَسَنَةٗ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ٢٠١ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ نَصِيبٞ مِّمَّا كَسَبُواْۚ وَٱللَّهُ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ ٢٠٢
Artinya: “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya”.[11]
1.    Mufrodad QS. Al Baqarah Ayat 201
Arti
Mufrodat
Arti
Mufrodat

dunia
ٱلدُّنۡيَا
Dan diantara mereka
وَمِنۡهُم
kebaikan
حَسَنَةٗ
orang
مَّن
akhirat
ٱلۡأٓخِرَةِ
berkata
يَقُولُ
Dan lindungilah kami
وَقِنَا
Tuhan Kami
رَبَّنَآ
siksa
عَذَابَ
Berilah Kami
ءَاتِنَا
api neraka
ٱلنَّارِ
di
فِي

2.    Mufrodad QS. Al Baqarah Ayat 202
Arti
Mufrodat
Arti
Mufrodat

usahakan
كَسَبُواْ
Mereka itulah
أُوْلَٰٓئِكَ
Dan Allah
وَٱللَّهُ
orang-orang
لَهُمۡ
sangat cepat
سَرِيعُ
yang mendapat bagian
نَصِيبٞ
perhitungannya
ٱلۡحِسَابِ
daripada yang mereka
مِّمَّا

3.    Asbabun Nuzul
“Orang-orang di zaman itu apabila melakukan ibadah haji kemudian berdiri di sisi tempat melempar jumrah dengan menyebut-nyebut jasa kebaikan nenek moyang mereka pada zaman jahiliah. Peristiwa ini melatar belakangi turunnya ayat ke-200 yang pada pokoknya memberi petunjuk kepada mereka tentang apa yang harus dilakukan di tempat melempar jumrah tersebut, yaitu berdzikir lebih banyak lagi kepada Allah SWT”.[12]
Pada saat itu salah satu dari suku bangsa Arab apabila sampai ke tempat wukuf mereka berdoa: “Ya Allah, semoga Engkau menjadikan tahun ini tahun yang banyak turun hujan, tahun kemakmuran yang membawa kebaikan dan kemajuan”. Mereka sama sekali tidak pernah menyebut-nyebut kehidupan akhirat. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke-200 sebagai petunjuk bagi mereka tentang bagaimana dan ucapan apakah yang harus diucapkan dalam memanjatkan doa kepada Allah SWT. Sesudah turunnya ayat ini kaum muslimin memanjatkan doa dengan apa yang telah diajarkan oleh al-Qur’an sebagaimana yang tersebut pada ayat ke-201, yang kemudian ditegaskan lagi oleh Allah SWT dengan turunnya ayat ke-202. Mulai saat itulah orang-orang Muslim memanjatkan doa dengan memohon kebaikan di dunia dan di akhirat, tidak hanya kebaikan di dunia dengan melupakan akhirat.[13]
4.      Tafsir Al Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 201
a.       Tafsir Ibnu Katsir
      Al Qasim Abu Abdur Rahman mengatakan, “Barangsiapa yang dianugerahi hati yang suka bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir, dan diri yang sabar, berarti ia telah diberikan kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta dilindungi dari adzab neraka, oleh karena itu, sunnah Rasulullah SAW menganjurkan doa tersebut”.[14]
b.      Tafsir Jalalain
      Dalam kitab Jalalain dijelaskan bahwa maksud ayat (dan diantara mereka ada pula yang berdoa, “Ya Tuhan Kami. Berilah kami (di dunia kebaikan), artinya nikmat, (di akhirat kebaikan) yakni surga, (dan peliharalah kami dari siksa neraka”), yakni dengan tidak memasukinya. Ini merupakan lukisan tentang keadaan orang-orang musyrik dan keadaan orang-orang beriman, yang tujuannya ialah supaya kita mencari dua macam kebaikan di dunia dan akhirat, yang telah dijanjikan akan diperoleh pahala dari sisi Allah Swt.[15]
c.       Tafsir Al Maraghi
      Dalam kitab al Maraghi dijelaskan bahwasanya yang dimaksud dengan kebaikan di dunia yaitu kesehatan, wanita atau istri yang sholehah, anak-anak yang berbakti, ilmu serta pengetahuan. Sedangkan kebaikan di akhirat yang dimaksud adalah surga atau ru’yatillah ta’ala pada hari kiamat.
d.        Tafsir al Misbah
      Sebagian manusia ada yang diberi petunjuk oleh Allah sehingga, dengan sepenuh hati, mereka memohon kebaikan dunia dan akhirat serta memohon kepada Allah agar dijauhi siksa api neraka.
5.      Tafsir Al Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 202
a.       Tafsir Jalalain
      (“Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian”), maksudnya pahala (dari), artinya disebabkan (apa yang mereka usahakan), yakni amal mereka dari haji dan doa (“dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya”). Menurut keterangan sebuah hadis, Allah SWT melakukan hisab atau perhitungan bagi seluruh makhluk dalam tempo yang tidak lebih dari setengah hari waktu dunia.
b.      Tafsir al Misbah
Maka kepada mereka itu akan diberi ganjaran sesuai dengan apa yang mereka lakukan, melalui doa-doa dan pendekatan diri kepada Allah. Dan Allah SWT akan memberi ganjaran kepada mereka yang berhak mendapatkannya, karena Dia sangat cepat perhitungan dan balasan-Nya.

6.      Aplikasi dalam Kehidupan
            Sebagai manusia tentu kita mengharapkan yang terbaik di dalam kehidupan ini untuk mencapai dua kebahagiaan baik itu di dunia dan akhirat. Dengan demikian kita harus mampu bagaimana cara memperoleh sebuah kebahagian serta dapat mengetahui hal apa saja yang harus dilakukakan untuk mencapainya. Sebuah proses kebahagiaan akan di peroleh manusia diantaranya yaitu dengan berbuat baik kepada sesama manusia atau hablumminannas (hubungan kepada manusia), menunaikan kewajiban kepada Allah SWT atau hablumminallah (hubungan kepada Allah), dan melakukan perbaikan di muka bumi ini hablumminala’lam (hubungan kepada alam). Setelah melakukan itu semua kita akan mendapatkan balasan apa yang telah kita kerjakan di dunia ini nanti di akhirat kelak.
7.      Aspek Tarbawi
a.       Dunia adalah lahan sebab, tempat bercocok tanam. Akhirat adalah sebuah lahan untuk tempat menuai dan menikmati hasil.
b.      Dunia ini adalah masa ujian, sedangkan akhirat adalah masa mengetahui dan menikmati hasil ujian tersebut.
c.       Manusia akan mendapatkan sesuai atau setara dengan apa yang telah diusahakannya ketika hidup di dunia.
d.      Manusia mengerti bahwasanya perbuatan manusia dan perbuatan-Nya tidak ada jarak. Tidak ada jarak waktu. Tidak ada jarak ruang. Karena ruang dan waktu adalah juga perbuatan-Nya.
e.       Usaha dan berdoa adalah hal yang terpenting dalam melakukan segala sesuatu dalam meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
  
 --------------------------------------------------------------------------------


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
            Manusia memang telah dikarunia kemampuan dasar yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, agar dengannya manusia mampu mengarungi hidup dengan sejahtera dan sesuai dengan rambu-rambu yang telah digariskan Allah SWT. Akan tetapi kemampuan dasar manusia tersebut tidak akan banyak artinya apabila tidak dikembangkan dan diarahkan melalui proses kependidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebuah pendidikan merupakan kunci untuk hal yang terpenting dari segala keberhasilan dan kesejahteraan hidup manusia agar mempermudah dalam segala urusan yang dilakukan dikemudian hari.  
            Dalam proses menyerap atau menerima ilmu sebaiknya yang kita utamakan adalah pemahaman terhadap ilmu yang diterima, jangan tergesa-gesa pindah dari satu bab ke bab lain sebelum kita memahaminya. Ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia merupakan ilmu dan pengetahuan yang telah diajarkan-Nya. Allah memerintahkan kepada kita agar memohon kepada Allah SWT tambahan ilmu pengetahuan. Dengan mempelajari al-Quran dan alam niscaya manusia akan mendapatkan ilmu, ketenangan serta kebahagiaan dunia dan akhirat.
            Dunia adalah lahan sebab, tempat bercocok tanam. Akhirat adalah sebuah lahan untuk tempat menuai dan menikmati hasil. Dunia ini adalah masa ujian, sedangkan akhirat adalah masa mengetahui dan menikmati hasil ujian tersebut Manusia akan mendapatkan sesuai atau setara dengan apa yang telah diusahakannya. manusia mengerti bahwasanya perbuatan manusia dan perbuatan-Nya tidak ada jarak. Tidak ada jarak waktu. Tidak ada jarak ruang. Karena ruang dan waktu adalah juga perbuatan-Nya.

--------------------------------------------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahalli, Imam Jalaluddin, dkk. 2010. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut          Asbabun Nuzul Jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Al-Maraghi, Ahmad Mustofa. 1993. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: Karya   Toha    Putra    Semarang.
Bahreisy, H. Salim dan H. Said Bahreisy. 1990. Tafsir Ibnu Katsier.            Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset.
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar Juz XVI. Jakarta: Pustaka Panji Mas.
Shihab, M. Quraish. 2005. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Yusuf, Kadar M. 2013. Tafsir Tarbawi. Jakarta: Amzah.


[1] QS. Yunus ayat 76.
[2] QS. Thaha ayat 114.
[3] HR. Bukhari.
[4] HR. Turmudzi dan Ibnu Majjah.
[5]  Kadar M. Yusuf. Tafsir Tarbawi. Jakarta: Amzah. 2013. hlm. 16-19
[6]  Ahmad Mustafa Al-Maragi. Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha Putra. 1993. hlm. 282-284
[7]  Hamka. Tafsir Al-Azhar Juz XVI. Jakarta: Pustaka Panji Mas. 1982. hlm. 225-228
[8]  H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy. Tafsir Ibnu Katsier Jilid 5. Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset. 1990. hlm 279
[9]  Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. Terjemahan Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2010. hlm. 109
[10]             M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati. 2005. hlm. 377-378
[11] QS. Al Baqarah ayat 201 dan 202.
[12] HR. Ibnu Jarir dari Mujahid.
[13] HR. Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas.
[14]             Kitab Tafsir Ibnu Katsir juz 2, hlm. 396 - 397
[15]             Kitab Tafsir Jalalain, hlm. 32
 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar