MAKALAH
AYAT
TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN YANG MELIPUTI PENINGKATAN SDM, PENINGKATAN IPTEK, DAN PENCIPTAAN DUA
KEBAHAGIAAN
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Tafsir Tarbawi
Dosen
Pengampu:
Oleh:
Kelompok 5
Abdul Hakim Adilli
Ahmad Sofi
Arafat
Amiliya Fitriani
Anissaul Zulfa
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEMESTER IV A
INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY
GENTENG – BANYUWANGI
MARET 2017
--------------------------------------------------------------------------------
KATA PENGANTAR
بِسْــــــــــمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِــــــيْـمِ
Alhamdulillah,
puji dan syukur kita ucapkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya, shalawat serta salam kita sampaikan kepada
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing kita sebagai
umat-Nya dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang-benderang. Dengan ini penulis
dapat menyelesaikan pembuatan makalah tanpa kendala apapun untuk memenuhi
tugas dari mata kuliah Tafsir Tarbawi. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak dosen Imam Mashuri, M.Pd.I, sebagai dosen mata kuliah Tafsir
Tarbawi yang telah menjadi pembimbing dalam penyelesaian makalah. Tidak lupa
pula kepada semua pihak yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
rangka menyelesaikan makalah ini, sehingga dengan adanya bimbingan dan
pengarahan tersebut makalah dapat penulis selesaikan dengan baik sesuai dengan
yang diharapkan.
Dalam
pembuatan makalah ini penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dalam pembuatan
dan penyusunannya, tetapi penulis menyadari, makalah ini jauh dari kesempurnaan
sebab kesempurnaan hanya milik Allah SWT, namun selaku manusia penulis
menginginkan yang terbaik. Karena itu segala kritik dan saran yang bersifat
membangun sangatlah diharapkan sekali demi kebaikan dalam pembuatan makalah dan
penulisannya untuk masa yang akan datang. Semoga kita dapat mempelajari hal-hal
penting yang ada dalam isi makalah ini sehingga bermanfaat bagi kita semua
untuk dapat menerapkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Genteng, 20 Maret 2017
Penulis
--------------------------------------------------------------------------------
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang ............................................................................... 1
2.
Rumusan Masalah
.......................................................................... 2
3.
Tujuan
Penulisan .............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Ayat, terjemah,
dan tafsir QS. Yunus 76.........................................
3
B. Ayat, terjemah, dan tafsir QS. Thaha 114....................................... 5
C. Ayat, terjemah, dan tafsir QS. Al Baqarah 201 dan 202................ 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA .............................................................................. 16
--------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam perkembangannya manusia memiki sebuah
potensi dalam kehidupan ini untuk memperoleh pengetahuan yang telah
diperolehnya untuk dikembangkan. Manusia adalah makhluk yang dikaruniai keutamaan oleh
Allah SWT dibandingkan makhluk ciptaannya yang lain. Keutamaan manusia terletak
pada kemampuan akal pikirannya atau kecerdasannya. Dengan kemampuannya ini
manusia mampu mengembangkan diri dalam kehidupan yang semakin berkembang untuk
mencapai semua itu kita memerlukan pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh manusia
untuk memperoleh dan meningkatkan pengetahuan yang didapat untuk penentuan
tujuan pendidikan. Agar semua tercapai maka tujuan pendidikan akan menentukan
keberhasilan proses pembentukan pribadi manusia yang berkualitas terutama dalam
peningkatan SDM, peningkatan IPTEK, dan penciptaan dua kebahagiaan. Pendidikan
merupakan upaya memperlakukan manusia untuk mencapai suatu tujuan. Dengan
demikian itu akan manusiawi apabila mempertimbangkan kapasitas dan potensi-potensi
yang ada pada manusia. Suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan
mempunyai arti. Ibarat seseorang yang bepergian tak tentu arah maka hasilnya
pun tak lebih dari pengalaman selama perjalanan.
Agama Islam sangat mementingkan
pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan
terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya,
sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan
fasilitas, namun institusi tersebut masih belum memproduksi individu yang
beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya
manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Pendidikan
dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Untuk mencapai
itu semua kita sebagai manusia juga harus ada upaya untuk berusaha dan berdoa
agar semua bisa tercapai dalam menentukan tujuan pendidikan agar bermanfaat
baik di dunia dan akhirat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana tafsir QS. Yunus ayat 76?
2.
Bagaimana tafsir QS. Thaha ayat 114?
3.
Bagaimana tafsir QS. Al Baqarah ayat 201 dan 202?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui tafsir QS. Yunus ayat 76.
2.
Untuk mengetahui tafsir QS. Thaha ayat 114.
3.
Untuk mengetahui tafsir QS. Al Baqarah ayat 201 dan 202.
--------------------------------------------------------------------------------
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ayat dan Terjemah Surat Yunus 76
فَلَمَّا
جَآءَهُمُ ٱلۡحَقُّ مِنۡ عِندِنَا قَالُوٓاْ إِنَّ هَٰذَا لَسِحۡرٞ مُّبِينٞ ٧٦
Artinya: “Dan tatkala
telah datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata “Sesungguhnya
ini adalah sihir yang nyata”.[1]
1. Mufrodat
QS. Yunus Ayat 76
Arti
|
Mufrodat
|
Arti
|
Mufrodat
|
Berkata
|
قَالُوٓاْ
|
Dan tatkala
|
فَلَمَّا
|
Mereka
|
إِنَّ
|
telah datang kepada mereka
|
جَآءَهُمُ
|
Sesungguhnya ini
|
هَٰذَا
|
kebenaran
|
ٱلۡحَقُّ
|
adalah sihir
|
لَسِحۡرٞ
|
dari
|
مِنۡ
|
yang nyata
|
مُّبِينٞ
|
sisi Kami
|
ِندِنَا
|
2. Tafsir Al Qur’an Surat Yunus Ayat 76
a. Tafsir Jalalain. “Dan tatkala telah datang kepada mereka kebenaran dari
sisi Kami, mereka berkata, “Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata”, jelas
dan gamblang.
b. Tafsir al Misbah. “Tatkala mereka melihat kebenaran kami melalui
mukjizat yang kami berikan Sungguh,
tak diragukan lagi, hal ini merupakan sihir yang jelas”.
3.
Aplikasi Dalam
Kehidupan
Untuk memperoleh proses peningkatan
SDM kita memerlukan pemahaman, kemampuan, keterampilan dan bersungguh-sungguh
untuk mencapainya dengan begitu kita mampu untuk menggapai tentang apa yang
kita inginkan terutama dalam peningkatan SDM. Jadi dengan adanya proses dalam
peningkatan itu sebaiknya dilakukan sebuah kinerja yang baik dalam kehidupan
sehari-hari mulai dari perbuatan yang terkecil hingga sampai pada perbuatan
yang besar dalam sebuah usaha untuk meningkatkan SDM yang lebih baik dikemudian
hari untuk masa yang sekarang maupun yang akan mendatang agar bermanfaat untuk
diri sendiri dan orang lain yang ada disekitar kita. Dengan begitu peningkatan
SDM akan terlaksana dengan baik apabila dimulai dari diri sendiri dalam sebuah
usaha agar terwujudnya sebuah perubahan yang bermanfaat.
4.
Aspek Tarbawi
Manusia memang telah dikarunia kemampuan dasar yang
bersifat jasmaniah dan rohaniah, agar dengannya manusia mampu mengarungi hidup
dengan sejahtera dan sesuai dengan rambu-rambu yang telah digariskan Allah SWT.
Akan tetapi kemampuan dasar manusia tersebut tidak akan banyak artinya apabila
tidak dikembangkan dan diarahkan melalui proses kependidikan. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa sebuah pendidikan merupakan kunci untuk hal yang
terpenting dari segala keberhasilan dan kesejahteraan hidup manusia agar mempermudah
dalam segala urusan yang dilakukan dikemudian hari.
Ayat
diatas jika dikaitkan dengan pendidikan bahwa segala bentuk kebenaran ٱلۡحَقُّ adalah merupakan sebuah ilmu, dan
ilmu bertujuan untuk menegakkan kebenaran dan kebenaran itu sendiri pada dasarnya
datangnya dari Allah. Akan tetapi pada ayat diatas orang-orang kafir mengatakan
bahwa kebenaran yang telah dibawa oleh Nabi dan Rasul adalah suatu sihir yang
nyata, biarpun sebenarnya dalam hati mereka mengatakan bahwa itu adalah
kebenaran dari Allah SWT.
B.
Ayat dan Terjemah Surat Thaha 114
فَتَعَٰلَى
ٱللَّهُ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡحَقُّۗ وَلَا تَعۡجَلۡ بِٱلۡقُرۡءَانِ مِن قَبۡلِ أَن
يُقۡضَىٰٓ إِلَيۡكَ وَحۡيُهُۥۖ وَقُل رَّبِّ زِدۡنِي عِلۡمٗا ١١٤
Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah
Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur´an
sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: “Ya Tuhanku,
tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”.[2]
1.
Mufrodad QS. Thaha Ayat 114
Arti
|
Mufrodat
|
Arti
|
Mufrodat
|
Kepadamu
|
إِلَيۡكَ
|
Maka Maha Tinggi Allah
|
فَتَعَٰلَى
ٱللَّهُ
|
mewahyukannya
|
وَحۡيُهُ
|
Raja
|
ٱلۡمَلِكُ
|
dan katakanlah
|
وَقُل
|
sebenar-benarnya
|
ٱلۡحَقُّ
|
Ya Tuhanku
|
رَّبِّ
|
Dan janganlah kamu
|
وَلَا
تَعۡجَلۡ
|
tambahkanlah kepadaku
|
زِدۡنِي
|
tergesa-gesa membaca Al Qur´an
|
بِٱلۡقُرۡءَانِ
|
ilmu pengetahuan
|
عِلۡمٗا
|
sebelum disempurnakan
|
مِن
قَبۡلِ أَن يُقۡضَىٰٓ
|
2.
Asbabun Nuzul
Dalam hadis disebutkan bahwa “Rasulullah
SAW menggerak-gerakkan bibirnya ketika wahyu diturunkan. Menghafal ayat-ayat
Al-Qur’an mula-mulanya terlalu berat bagi beliau. Itulah sebabnya ketika
Jibril menyampaikan wahyu itu Rasulullah SAW segera saja mengikuti dengan
gerakan lidah dan bibirnya karena takut luput dari ingatan; padahal Jibril
belum selesai membaca. Hal ini terjadi sebelum turunnya Surah Taha,
dan semenjak adanya teguran Allah dalam Ayat ini tentu beliau sudah
tenang dalam menerima wahyu tidak perlu cepat-cepat menangkapnya”.[3]
Kemudian Allah SWT menyuruh
Nabi Muhammad SAW agar berdoa supaya dia memberikan kepadanya
tambahan ilmu. Diriwayatkan oleh At-Tirmizi dari Abu Hurairah bahwa Rasullullah
SAW berdoa sebagai berikut: “Ya Allah,
jadikanlah ilmu yang engkau ajarkan
kepadaku bermanfaat bagiku, ajarkanlah kepadaku ilmu yang berguna untukku dan
berikanlah kepadaku tambahan ilmu. Segala puji bagi Allah atas segala hal, aku
berlindung kepada engkau akan menemui hal-hal yang diderita oleh penghuni
meraka.[4]
Dalam pandangan Al-Qur’an, ilmu tersebut dapat
membentuk sikap atau sifat-sifat manusia. Atau dengan kata lain, sikap atau
karakter seseorang merupakan gambaran pengetahuan yang dimilikinya. Penguasaan
ilmu bukanlah tujuan utama suatu pembelajaran, penguasaan ilmu hanya sebagai
jembatan atau alat yang dapat mengantarkan manusia kepada kesadaran, keyakinan,
dan perasaan atau sikap positif terhadap fenomena alam dan kehidupan sebagai
suatu system ilahiyah.[5]
3. Tafsir Al Qur’an Surat Thaha Ayat 114
a. Tafsir al Maraghi
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW
sangat ingin mengambil Al Qur’an dari Jibril maka dia tergesa-gesa membacanya
karena takut lupa sebelum Jibril menyempurnakannya. Maka, beliau dilarang
berbuat demikian, dan dikatakan padanya, “Janganlah kamu tergesa-gesa
membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya, agar kamu mengambilnya
dengan mantap dan tenang dan berdoalah kepada Tuhanmu agar Dia menambahkan
pemahaman dan pengetahuan”.
وَلَا
تَعۡجَلۡ بِٱلۡقُرۡءَانِ مِن قَبۡلِ أَن يُقۡضَىٰٓ إِلَيۡكَ وَحۡيُهُ
“Janganlah kamu tergesa-gesa sebelum
Jibril selesai menyampaikannya kepadamu” Diriwayatkan, apabila Jibril
menyampaikan Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW mengikutinya dengan mengucapkan
setiap huruf dan kalimat, karena beliau khawatir tidak dapat menghafalkannya.
Maka beliau dilarang berbuat demikian, karena barangkali mengucapkan kalimat
akan membuatnya lemah untuk mendengarkan kalimat berikutnya.
وَقُل
رَّبِّ زِدۡنِي عِلۡمٗا
mohonlah
tambahan ilmu kepada
Allah tanpa kamu tergesa-gesa membaca wahyu, karena apa yang diwahyukan
kepadamu itu akan kekal.[6]
b. Tafsir al
Azhar
فَتَعَٰلَى
ٱللَّهُ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡحَقُّ
“Maka Maha Tinggilah Allah, Raja Yang
Benar”. (pangkal ayat 114).
Setelah merenungkan nikmat dan Rahmat Ilahi yang tiada
tepermanai banyaknya, insaflah kita akan kelemahan kita sebagai insan dan
sebagai makhluk, maka sampailah kita kepada pengakuan memang Maha Tinggilah
Allah itu. Dan Dia adalah “Raja Yang Benar”. Raja yang sebenar-benar
Raja. Raja yang selalu berdaulat siang dan malam, petang dan pagi. Raja
disegala waktu dan Raja disegala ruang. Adil hukum-Nya, teguh disiplin-Nya,
kuat Kuasa-Nya. Agung wibawa-Nya. Dan berdiri Dia sendirin-Nya.
Raja Yang Benar itulah Allah, dan dari Dia turunlah
Al-Qur’an. Oleh karena hati Nabi Muhammad SAW. Bertambah sehari, bertambah juga
merasa tidak dapat terpisahkan lagi dari Al Qur’an itu, sampailah selalu dia ingin
segera datang wahyu. Sedih hatinya jika Jibril terlambat datang dan gembira dia
jika ayat turun, dan bila Jibril telah membacakan satu ayat, segera disambutnya
dan diulangnya, walaupun kadang-kadang belum selesai turun. Maka datanglah
teguran Allah: “Dan janganlah engkau tergesa-gesa dengan Al-Qur’an itu
sebelum selesai kepada engkau wahyunya.” Dan katakanlah: “Ya Tuhanku,
tambahkanlah bagiku ilmu”. (ujung ayat 114).
Doa Nabi ini penting sekali artinya yaitu bahwasannya
disamping wahyu yang dibawa oleh Jibril itu, Nabi Muhammad SAW disuruh selalu berdoa
kepada Tuhan agar untuknya selalu diberi tambahan ilmu. Yaitu ilmu-ilmu yang
timbul dari karena pengalaman, dari karena pergaulan dengan manusia, dari
karena memegang pemerintahan, dari karena memimpin peperangan. Sehingga
disamping wahyu datang juga petunjuk yang lain, seumpama mimpi atau ilham.[7]
c. Tafsir Ibnu Katsir
Allah berfirman, “Janganlah engkau
tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu,
hai Muhammad”. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW. Jika
menerima wahyu mengalami kesukaran, menggerakkan lidahnya untuk mengikuti
Jibril membacakan ayat-ayat yang dibawanya, maka oleh Allah diberi petunjuk
agar jangan tergesa-gesa membacanya sebelum Jibril selesai membacakannya, agar
Nabi Muhammad SAW. Menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan.
Allah SWT berfirman selanjutnya mengajari Muhammad, “Ucapkanlah, hai
Muhammad, ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”.[8]
d. Tafsir Jalalain
فَتَعَٰلَى
ٱللَّهُ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡحَقُّ
(“Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sesungguhnya”) daripada apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrik وَلَا
تَعۡجَلۡ بِٱلۡقُرۡءَانِ (dan janganlah kamu tergesa-gesa terhadap Al-Quran)
sewaktu kamu membacanya مِن
قَبۡلِ أَن يُقۡضَىٰٓ إِلَيۡكَ وَحۡيُه (sebelum disempurnakan meewahyukannya kepadamu) sebelum Malaikat
Jibril selesai menyampaikannya وَقُل
رَّبِّ زِدۡنِي عِلۡمٗ (dan katakanlah: (“Ya Tuhanku, tambahklanlah kepadaku ilmu pengetahuan”) tentang Al-Quran, sehingga setiap kali diturunkan kepada-Nya Al-Quran,
makin bertambahkah ilmu pengetahuannya.[9]
e. Tafsir al Misbah
Penempatan firman-Nya: (فَتَعَٰلَى ٱللَّهُ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡحَقُّ) maka Maha Tinggi Allah, Maha Raja Yang
Haq antara uraian tentang “Al-Quran yang diturunkan dengan Bahasa Arab”,
ayat sebelumnnya (QS. Thaha ayat 113), dengan “larangan tergesa-gesa
membacanya” (penggalan terakhir ayat 114), mengisyaratkan bahwa
kandungannya adalah sesuatu yang sangat luhur dan tinggi serta haq lagi
sempurna, serta harus diagungkan dengan mengikuti tuntunannya karena Al-Quran
bersumber dari Yang Maha Tinggi, dan dari Maha Rajayang tunduk kepada-Nya semua
makhluk.
Firman-Nya: (مِن قَبۡلِ أَن يُقۡضَىٰٓ
إِلَيۡكَ وَحۡيُه) sebelum disempurnakan untukmu pewahyuanmu, dapat dipahami dalam arti
sebelum malaikat selesai membacakannya kepadamu. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad
SAW pernah tergesa- gesa membaca ayat-ayat Al-Quran sebelum Jibril
menyelesaikan bacaannya. Dapat juga ayat 114 ini merupakan tuntunan kepada Nabi
Muhammad SAW. Untuk tidak membacakan, yakni menjelaskan makna pesan-pesan Al Qur’an
kepada sahabat-sahabat beliau setelah jelas buat beliau maknanya, baik setelah
merenungkannya sungguh-sungguh maupun sebelum datangnya malaikat Jibril. Mengajarkan
beliau tentang maknanya. Pendapat ini sangat sejalan dengan lanjutan ayat
tersebut Yang memerintahkan beliau berdoa agar ditambah ilmunya.[10]
4.
Aplikasi dalam Kehidupan
Proses belajar memerlukan
usaha yang keras untuk memahami suatu ilmu melalui pendengaran, penglihatan,
pengamatan, penulisan, perenungan, dan bacaan. Semua proses tersebut harus
diulang-ulang agar ilmu juga cinta terhadap kita. Doa meminta ditambahkan ilmu perlu senantiasa
diucapkan, dimohonkan kepada Allah agar ilmu itu ditambah-Nya, sebab dialah
sumber segala ilmu. Dalam mencari ilmu dianjurkan untuk sabar dan tidak
tergesa-gesa agar kita bisa belajar secara maksimal.
5. Aspek Tarbawi
a. Dalam proses
menyerap atau menerima ilmu sebaiknya yang kita utamakan adalah pemahaman
terhadap ilmu yang diterima, jangan tergesa-gesa pindah dari satu bab ke bab
lain sebelum kita memahaminya.
b. Ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia merupakan ilmu dan pengetahuan
yang telah diajarkan-Nya.
c. Allah memerintahkan kepada kita agar memohon kepada
Allah SWT tambahan ilmu pengetahuan.
d. Dengan mempelajari al-Quran dan alam niscaya
manusia akan mendapatkan ilmu, ketenangan serta kebahagiaan dunia dan akhirat.
C. Ayat dan Terjemah Surat Al Baqarah 201 dan
202
وَمِنۡهُم
مَّن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٗ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ
حَسَنَةٗ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ٢٠١ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ نَصِيبٞ مِّمَّا
كَسَبُواْۚ وَٱللَّهُ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ ٢٠٢
Artinya: “Dan di
antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka”. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian daripada yang mereka
usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya”.[11]
1.
Mufrodad QS. Al Baqarah Ayat 201
Arti
|
Mufrodat
|
Arti
|
Mufrodat
|
dunia
|
ٱلدُّنۡيَا
|
Dan diantara mereka
|
وَمِنۡهُم
|
kebaikan
|
حَسَنَةٗ
|
orang
|
مَّن
|
akhirat
|
ٱلۡأٓخِرَةِ
|
berkata
|
يَقُولُ
|
Dan lindungilah kami
|
وَقِنَا
|
Tuhan Kami
|
رَبَّنَآ
|
siksa
|
عَذَابَ
|
Berilah Kami
|
ءَاتِنَا
|
api neraka
|
ٱلنَّارِ
|
di
|
فِي
|
2. Mufrodad QS. Al Baqarah Ayat 202
Arti
|
Mufrodat
|
Arti
|
Mufrodat
|
usahakan
|
كَسَبُواْ
|
Mereka
itulah
|
أُوْلَٰٓئِكَ
|
Dan Allah
|
وَٱللَّهُ
|
orang-orang
|
لَهُمۡ
|
sangat cepat
|
سَرِيعُ
|
yang
mendapat bagian
|
نَصِيبٞ
|
perhitungannya
|
ٱلۡحِسَابِ
|
daripada yang
mereka
|
مِّمَّا
|
3. Asbabun Nuzul
“Orang-orang di
zaman itu apabila melakukan ibadah haji kemudian berdiri di sisi tempat
melempar jumrah dengan menyebut-nyebut jasa kebaikan nenek moyang mereka pada
zaman jahiliah. Peristiwa ini melatar belakangi turunnya ayat ke-200 yang pada
pokoknya memberi petunjuk kepada mereka tentang apa yang harus dilakukan di
tempat melempar jumrah tersebut, yaitu berdzikir lebih banyak lagi kepada Allah
SWT”.[12]
Pada saat itu
salah satu dari suku bangsa Arab apabila sampai ke tempat wukuf mereka berdoa: “Ya
Allah, semoga Engkau menjadikan tahun ini tahun yang banyak turun hujan, tahun
kemakmuran yang membawa kebaikan dan kemajuan”. Mereka sama sekali tidak
pernah menyebut-nyebut kehidupan akhirat. Sehubungan dengan itu Allah SWT
menurunkan ayat ke-200 sebagai petunjuk bagi mereka tentang bagaimana dan
ucapan apakah yang harus diucapkan dalam memanjatkan doa kepada Allah SWT.
Sesudah turunnya ayat ini kaum muslimin memanjatkan doa dengan apa yang telah
diajarkan oleh al-Qur’an sebagaimana yang tersebut pada ayat ke-201, yang
kemudian ditegaskan lagi oleh Allah SWT dengan turunnya ayat ke-202. Mulai saat
itulah orang-orang Muslim memanjatkan doa dengan memohon kebaikan di dunia dan
di akhirat, tidak hanya kebaikan di dunia dengan melupakan akhirat.[13]
4.
Tafsir Al Qur’an
Surat Al Baqarah Ayat 201
a.
Tafsir Ibnu
Katsir
Al
Qasim Abu Abdur Rahman mengatakan, “Barangsiapa yang dianugerahi hati yang
suka bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir, dan diri yang sabar, berarti
ia telah diberikan kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta dilindungi
dari adzab neraka, oleh karena itu, sunnah Rasulullah SAW menganjurkan doa
tersebut”.[14]
b.
Tafsir Jalalain
Dalam
kitab Jalalain dijelaskan bahwa maksud ayat (dan diantara mereka ada pula yang
berdoa, “Ya Tuhan Kami. Berilah kami (di dunia kebaikan), artinya
nikmat, (di akhirat kebaikan) yakni surga, (dan peliharalah kami dari siksa
neraka”), yakni dengan tidak memasukinya. Ini merupakan lukisan tentang
keadaan orang-orang musyrik dan keadaan orang-orang beriman, yang tujuannya
ialah supaya kita mencari dua macam kebaikan di dunia dan akhirat, yang telah
dijanjikan akan diperoleh pahala dari sisi Allah Swt.[15]
c.
Tafsir Al
Maraghi
Dalam
kitab al Maraghi dijelaskan bahwasanya yang dimaksud dengan kebaikan di dunia
yaitu kesehatan, wanita atau istri yang sholehah, anak-anak yang berbakti, ilmu
serta pengetahuan. Sedangkan kebaikan di akhirat yang dimaksud adalah surga
atau ru’yatillah ta’ala pada hari kiamat.
d.
Tafsir al Misbah
Sebagian manusia ada
yang diberi petunjuk oleh Allah sehingga, dengan sepenuh hati, mereka memohon
kebaikan dunia dan akhirat serta memohon kepada Allah agar dijauhi siksa api
neraka.
5. Tafsir Al Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 202
a. Tafsir Jalalain
(“Mereka itulah
orang-orang yang mendapat bagian”), maksudnya pahala (dari), artinya
disebabkan (apa yang mereka usahakan), yakni amal mereka dari haji dan doa (“dan
Allah sangat cepat perhitungan-Nya”). Menurut keterangan sebuah hadis,
Allah SWT melakukan hisab atau perhitungan bagi seluruh makhluk dalam
tempo yang tidak lebih dari setengah hari waktu dunia.
b. Tafsir al Misbah
Maka kepada mereka itu akan diberi ganjaran sesuai dengan apa yang mereka
lakukan, melalui doa-doa dan pendekatan diri kepada Allah. Dan Allah SWT akan
memberi ganjaran kepada mereka yang berhak mendapatkannya, karena Dia sangat cepat
perhitungan dan balasan-Nya.
6. Aplikasi dalam Kehidupan
Sebagai manusia tentu kita
mengharapkan yang terbaik di dalam kehidupan ini untuk mencapai dua kebahagiaan
baik itu di dunia dan akhirat. Dengan demikian kita harus mampu bagaimana cara
memperoleh sebuah kebahagian serta dapat mengetahui hal apa saja yang harus
dilakukakan untuk mencapainya. Sebuah proses kebahagiaan akan di peroleh manusia
diantaranya yaitu dengan berbuat baik kepada sesama manusia atau hablumminannas
(hubungan kepada manusia), menunaikan kewajiban kepada Allah SWT atau
hablumminallah (hubungan kepada Allah), dan melakukan perbaikan di muka
bumi ini hablumminala’lam (hubungan kepada alam). Setelah melakukan itu
semua kita akan mendapatkan balasan apa yang telah kita kerjakan di dunia ini
nanti di akhirat kelak.
7. Aspek Tarbawi
a. Dunia adalah lahan sebab, tempat bercocok tanam. Akhirat adalah sebuah
lahan untuk tempat menuai dan menikmati hasil.
b. Dunia ini adalah masa ujian, sedangkan akhirat adalah masa
mengetahui dan menikmati hasil ujian tersebut.
c. Manusia akan mendapatkan sesuai atau setara dengan apa yang telah
diusahakannya ketika hidup di dunia.
d. Manusia mengerti bahwasanya perbuatan manusia dan perbuatan-Nya tidak ada
jarak. Tidak ada jarak waktu. Tidak ada jarak ruang. Karena ruang dan waktu
adalah juga perbuatan-Nya.
e. Usaha dan berdoa adalah hal yang terpenting dalam melakukan segala sesuatu
dalam meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
--------------------------------------------------------------------------------
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia memang telah dikarunia
kemampuan dasar yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, agar dengannya manusia
mampu mengarungi hidup dengan sejahtera dan sesuai dengan rambu-rambu yang
telah digariskan Allah SWT. Akan tetapi kemampuan dasar manusia tersebut tidak
akan banyak artinya apabila tidak dikembangkan dan diarahkan melalui proses
kependidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebuah pendidikan merupakan
kunci untuk hal yang terpenting dari segala keberhasilan dan kesejahteraan
hidup manusia agar mempermudah dalam segala urusan yang dilakukan dikemudian
hari.
Dalam
proses menyerap atau menerima ilmu sebaiknya yang kita utamakan adalah
pemahaman terhadap ilmu yang diterima, jangan tergesa-gesa pindah dari satu bab
ke bab lain sebelum kita memahaminya. Ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh manusia merupakan ilmu dan pengetahuan yang telah diajarkan-Nya. Allah
memerintahkan kepada kita agar memohon kepada Allah SWT tambahan ilmu
pengetahuan. Dengan mempelajari al-Quran dan alam niscaya
manusia akan mendapatkan ilmu, ketenangan serta kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dunia adalah lahan sebab,
tempat bercocok tanam. Akhirat adalah sebuah lahan untuk tempat menuai dan
menikmati hasil. Dunia ini
adalah masa ujian, sedangkan akhirat adalah masa mengetahui dan menikmati hasil
ujian tersebut Manusia akan
mendapatkan sesuai atau setara dengan apa yang telah diusahakannya. manusia mengerti bahwasanya perbuatan manusia dan perbuatan-Nya tidak ada
jarak. Tidak ada jarak waktu. Tidak ada jarak ruang. Karena ruang dan waktu
adalah juga perbuatan-Nya.
--------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin, dkk.
2010. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Al-Maraghi, Ahmad Mustofa. 1993. Tafsir
Al-Maraghi. Semarang: Karya Toha Putra Semarang.
Bahreisy, H. Salim dan H. Said
Bahreisy. 1990. Tafsir Ibnu Katsier. Surabaya:
PT. Bina Ilmu Offset.
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar Juz
XVI. Jakarta: Pustaka Panji Mas.
Shihab, M. Quraish. 2005. Tafsir
Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
[1] QS.
Yunus ayat 76.
[2] QS.
Thaha ayat 114.
[3] HR.
Bukhari.
[4] HR.
Turmudzi dan Ibnu Majjah.
[8] H. Salim Bahreisy dan
H. Said Bahreisy. Tafsir Ibnu Katsier Jilid 5. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Offset. 1990. hlm 279
[9] Imam Jalaluddin
Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. Terjemahan Tafsir Jalalain. Bandung:
Sinar Baru Algensindo. 2010. hlm. 109
[11] QS.
Al Baqarah ayat 201 dan 202.
[12] HR.
Ibnu Jarir dari Mujahid.
[13] HR.
Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas.
[14] Kitab Tafsir Ibnu Katsir juz 2,
hlm. 396 - 397
[15] Kitab Tafsir Jalalain, hlm. 32